Minggu, 13 Januari 2013 | By: Unknown

KONSEP DASAR PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia (gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia). Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan . Munculnya muhammadiyah tidak terlepas dari dasarnya. Adapun dasar didirikannya Muhammadiyah antara lain  disebabkan oleh 2 faktor :
1.    Faktor intern. Faktor ini merupakan faktor dasar didirikannya Muhammadiyah, dimana sikap beragama da system pendidikan Islam masih jauh dari apa yang dirumuskan oleh ajaran agama. Sikap ajaran umat Islam Indonesia pada saat itu masih menganut kebudayaan Hindu, Syirik, taklid, bid’ah dan khurafat sangat tertanam dalam masyarakat muslim. Pendidikan yang diselenggaranpun masih menganut system tradisional. Jauh tertinggal dari system pendidikan barat, untuk mengantisipasi hal itu muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan Islam yang menganut system barat.
2.    Faktor Ekstern. Faktor lain yang mendorong lahirnya pemikiran muhammadiyah adalah sikap dan politik penjajahan kolonial Belanda yang pendidikannya mengarah kepada westernisasi dan kristenisasi. Dengan adanya usaha itu maka muhammadiyah mencoba melakukan hal yang sama untuk mengantisipasi kegiatan sosial, politik dan agama yang dijalankan oleh Zending Belanda.

Dengan kedua dasar di atas, organisasi yang dipimpin oleh K.H Ahmad Dahlan mencoba meniru kerja Zending yaitu mendirikan lembaga pendidikan, rumah miskin, rumah sakit dan lain-lain. Dengan adanya kegiatan social yang demikian, muhammadiyah tumbuh menjadi organisasi social yang keagamaan ditengah-tengah masyarakat muslim Indonesia. Berkat pengalamannya dalam organisasi begitu luas muhammadiyah begitu cepat berkembang sampai keluar Yogyakarta.

Ketidakmurnian ajaran islam yang dipahami oleh sebagian umat islam Indonesia, sebagai bentuk adaptasi tidak tuntas antara tradisi islam dan tradisi lokal nusantara dalam awal bermuatan faham animisme dan dinamisme. Sehingga dalam prakteknya umat islam di indonesia memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsif-prinsif ajaran islam, terutama yang berhubuaan dengan prinsif akidah islam yag menolak segala bentuk kemusyrikan, taqlid, bid’ah, dan khurafat. Sehingga pemurnian ajaran menjadi piliha mutlak bagi umat islam Indonesia. Keterbelakangan umat islam indonesia dalam segi kehidupan menjadi sumber keprihatinan untuk mencarikan solusi agar dapat keluar menjadi keterbelakangan. Keterbelakangan umat islam dalam dunia pendidikan menjadi sumber utama keterbelakangan dalam peradaban. Pesantren tidak bisa selamanya dianggap menjadi sumber lahirnya generasi baru muda islam yang berpikir moderen. Kesejarteraan umat islam akan tetap berada dibawah garis kemiskinan jika kebodohan masih melengkupi umat islam indonesia.

Lebih dari satu abad, Muhammadiyah mengelola amal usaha pendidikan, karena sebelum Muhammadiyah berdiri KH. Ahmad Dahlan sudah mendirikan madrasah dengan bahasa Arab sebagai pengantar  dan setelah itu pada tanggal 1 Desember 1911 beliau mendirikan sekolah dasar di lingkungan  Kraton Yogyakarta dengan mengajarkan mata pelajaran umum. Hal ini yang menunjukkan bahwa Muhammadiyah telah melakukan gerakan pendidikan lebih awal dibandingkan dengan yang dilakukan organisasi lain  bahkan sejarah mencatat bahwa Muhammadiyah telah mampu mendirikan sekolah jauh sebelum Negara Indonesia berdiri dan mendeklarasikan misinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah
Pendidikan Muhammadiyah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari gerakan Muhammadiyah. Dari pendidikan Muhammadiyah ini diharapkan akan muncul kader-kader Muhammadiyah  yang mampu mengemban misi selaku khalifatullah fil ardl. Oleh karena itu, dalam upaya mewujudkan misi tersebut diperlukan suatu pendidikan yang berorientasi pada pencapaian visi keunggulan dalam kepribadian (iman dan taqwa serta akhlaq mulia), kompetensi keilmuan, dan keterampilan. Dasar pendidikan Muhammadiyah berpedoman pada Al-Quran dan Hadits. Dengan dasar dan pedoman tersebut akan membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya pada diri sendkiri, dan berguna bagi masyarakat.

Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan KH. Ahmad Dahlan ini meliputi :

1.  Tujuan Pendidikan

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mengalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat idealisme pendidikan tersebut lahirlah dua kutub intelegensia : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat.

2.  Materi pendidikan

Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:

a. Pendidikan moral, akhalq yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh yang berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelek serta antara dunia dengan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.

3. Model Mengajar

Di dalam menyampaikan pelajaran agama KH. Ahmad dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi konekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.

-    Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogal, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda.

-    Bahan pelajaran di pesantren mengambil kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.

-    Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.

Nilai-nilai dasar pendidikan Muhammadiyah didasarkan pada kebenaran, pencerahan dan budi pekerti yang baik.  Pendidikan Muhammadiyah juga mengemban misi kemanusiaan dan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu.
Metode pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala  al-Ma’un sebagaimana dipraktekan Kyai Dahlan.  
(RIA FAZRIA – 7H)


0 komentar:

Posting Komentar